KATA SIAPA AKU MENCINTAIMU?!

Hembusan angin di sore hari. Langit tanpa tumpukan awan. Tatapan sayupmu padaku. Hening masih menyelimuti kita. Memenuhi 5 langkah jarak pijakmu dan diriku. Kau masih berdiri di sana, di tepi gedung yang hanya berbatas dinding pendek dengan sebatang besi di atasnya. Angin sore di lantai 7 gedung ini sedikit membuat rambutmu berantakan.
“lalu, apa maumu?” suara datarmu bergema di gedung parkir yang sepi ini. Aku butuh waktu untuk menyusun kata2 agar dapat menjawab pertanyaanmu itu. Haruskah kubilang, aku mau kau berhenti bertindak bodoh seperti itu!
“aku.. aku mau kau hidup lebih lama lagi” akhirnya itu yang bisa kuucap.
Tak ada ekspresi apapun dari wajah tampanmu. Sama seperti saat beberapa menit lalu aku berteriak dan membuatmu berhenti untuk melompati dinding pendek itu, kau hanya menoleh dan bertanya kenapa aku ada di sini. Kau bahkan tak terkejut saat kubilang, aku menguntitmu. Ya, aku seorang penguntit, dan selalu menguntitmu sejak lama. Hanya untuk dapat melihatmu saja. Hanya untuk tau kau baik2 saja. Aku selalu mengikutimu.
“hidup? Untuk?” tanyamu datar
“untuk… tentu saja untuk masa depan.”
“jangan coba membuatku tertawa dengan lelucon buruk seperti itu”
“tapi aku tak sedang bicara tentang lelucon”
“tapi itu terdengar seperti lelucon.” Kau memberi tekanan pada kata terakhir yang kau ucapkan itu, “tau apa kau tentang masa depan? Tau apa kau tentang hari esokku? Jangan pikir, hanya karena kau menstalker diriku, kau sudah tau segalanya. Menggelikan!“
“aku tau! Aku tau yang kau hadapi bukan masalah ringan. Tapi… tapi setiap masalah pasti ada jalan keluarnya khan?!”
“mati pun salah satu jalan keluar” ujarmu ringan.
Bodoh! Ingin kuteriakkan kata itu padamu. Kenapa dengan mudahnya mengatakan mati seperti itu.
“tak peduli gangster, mafia, atau monster sekalipun yang kau hadapi, tapi kalau semua bisa selesai tanpa harus mati, kenapa kau tak mencoba hidup lebih lama lagi?!”
“apa bedanya? Hidup sampai hari ini, atau hidup sampai besok, atau sampai 100 tahun lagi, apa bedanya jika tujuan akhirnya adalah mati?”
“b..bodoh!”akhirnya kata itu terlontar, “di belahan bumi ini jutaan orang berjuang untuk hidupnya. Meski harus menangis, meski harus menderita, mereka memperjuangkan tiap helaan nafas yang mereka miliki. Orang2 miskin yang kelaparan, korban2 perang, bencana alam, orang yang sakit parah sekalipun, walau bukan seluruhnya, tapi mereka berjuang untuk hidup yang masih tersisa. Dirimu yang sekarang, terlihat,,, menyedihkan”
Kau memalingkan wajahmu ke langit, membelakangi diriku.
“ya, karena menyedihkan, lebih baik diakhiri kan?!” kau menoleh sesaat ke arahku sebelum kembali mengalihkan pandanganmu ke langit biru itu,
Aku tak bisa berkata ya untukmu. Apa yang sedang kau pikirkan? Apa tak ada hal lain lagi selain mati?
Punggungmu yang tegap itu, terasa sangat jauh.walaupun ini pertama kalinya kita berada sedekat ini.
“kau hidup, bukan hanya untuk dirimu sendiri. Pasti ada, orang yang merasa bahagia saat kau tersenyum, orang yang merasa sakit saat kau menangis, orang yang berdoa untukmu saat kau berjuang. Pasti ada kan yang seperti itu?!” Kau diam. Hanya diam. Tapi aku tau kau masih bernafas di sana. Aku menghampirimu dua langkah ke depan, “Walaupun masa depan gag selalu indah seperti apa yang kita bayangkan, bisa tetap hidup dan bersyukur untuk hari-hari yang mengagumkan, bukan suatu hal yang buruk kan?!”
Berfikirlah. Kumohon berfikirlah. Masa depanmu bukan hanya milikmu seorang. Karena aku…., aku mengharapkan masa depanku padamu.
kebisuan di antara kita pun terulang dalam menit yang panjang.
“hei nona stalker!”
Nona stalker? Panggilan pertama yang kudengar darimu.
“ternyata benar ya gossip yang beredar” suaramu masih terdengar datar di telingaku.
“maksudmu?”
“kau mencintaiku!” kau membalikkan badanmu. Sekarang kita berhadapan lagi dalam jarak 3 langkah. “kau tau aku ada di sini, kau menyebut2 soal mafia, mengutarakan lelucon tentang masa depan, dongeng tentang kepedulian seseorang, dan yang sudah jelas, kau nona stalker.”
Apa yang harus kukatakan? Membenarkan ucapanmu?
“lalu, kenapa? Gag ada hubungannya sama cinta atau gag cinta. Aku Cuma berpikir, kehidupan itu sesuatu yang berharga. Masa depan bukanlah hal yang bisa kau anggap sebagai lelucon. Seseorang yang berani menempuh masa depan seperti apapun denganmu, percayalah, ada orang seperti itu.”
“kau membicarakan dirimu sendiri?”
“aku, atau siapapun tak masalah kan?!”
Kau mengulangi lagi detik-detik dalam diam.
“14 bulan 9 hari aku selalu diikuti oleh nona manis sepertimu. Orang baik-baik sepertimu melakukan hal tak baik seperti itu, entah apa maksudnya. Tapi terimakasih. Walau tak mendengar langsung darimu, banyak yang berkata kau mencintaiku. Mungkin kau benar. Aku gag pernah tau apa yang akan terjadi di masa depan, tapi jika mau berjuang, mungkin sesuatu yang indah menunggu di sana.”
Aku ingin tersenyum. Apa kau mulai mengerti?
“ah, nona stalker. Terimakasih ya atas cintanya”
“hee.. kata siapa aku mencintaimu?!” aku menghapus jarak 3 langkah antara kita.
“lalu?”
“aku… aku sangat.. sangat mencintaimu. Jadi, hiduplah lebih lama lagi untuk membalas cintaku.” Ujarku dengan senyum penuh harapan.
Kau tersenyum kecil, dan itu terlihat sangat manis namun terasa pahit. Kau meraih tanganku dan menggenggamnya.
“apa cinta harus selalu dibalas dalam kehidupan?!”
Tatapanmu sedikit menyeramkan.
“sebagai seseorang yang selalu membuntutiku, kau pasti tau, jika tidak membunuh diri sendiri, maka mereka yang akan membunuhku”
Dan kali ini kau tersenyum lebar. Menggenggam tanganku semakin erat.
“malaikat kecil sepertimu, seharusnya tau iblis macam apa yang slalu kau ikuti” kata2 dari bibir mungilmu itu terdengar sangat serius di telingaku, “maaf tidak bisa memberikan masa depan seperti yang kau bayangkan. Tapi mungkin, setelah mati pun, ada masa depan yang lainnya”
Tanganku masih dalam genggamanmu saat kau bersiap untuk lompat dari gedung ini.
“hei..” aku mencoba menarikmu, tapi aku tau kau jauh lebih kuat untuk mempertahankan cengkramanmu.
Dan dalam hitungan detik, kau melompat. Aku pun….

-------------------------------End------------------------------


Comments (0)

Posting Komentar