catatan usang




8 tahun yang lalu. Pertama kali kau tersenyum padaku. Mungkin tampak biasa. Senyum perkenalan karena kita akan melewati hari-hari esok dalam kelas yang sama. Sepatah dua patah kata perkenalan saling kita lontarkan, basa basi terkadang. Sampai kau mengatakan kalimat itu. Kalimat yang mungkin pun hanya basa basi dan candaanmu saja. Tapi aku yang saat itu, aku yang saat itu masih terlalu “bodoh” merasa kalimat itu seperti mantra. Ya, kau mengatakan mantra yang hanya dalam sekejap lantas membuatku jatuh hati padamu. Hanya sesederhana itu. Satu kalimat gurauan itu. Satu kalimat yang kuyakin pun kau sudah lupa akannya.

Tahun-tahun pun berlalu. Dan masih tetap dalam kebodohan yang memperangkapku itu. Aku masih saja jatuh hati padamu (mungkin juga jatuh cinta. Entahlah tak tau pun aku apa bedanya). Aku menikmatinya dalam diam. Dalam sunyi. Kebahagiaan-kebahagiaan kecil yang kupupuk sendiri. Semua akan baik-baik saja. Ya, kau tak tau pun tak masalah. Cukup dengan bertemu, melihat senyummu, bahkan cukup dengan bisa melihatmu setiap hari, bagiku itu kebahagiaan, keajaiban yang dianugerahkan untukku.
Walaupun tak ada aku di hatimu. Walau bukan aku yang kemudian membahagiakanmu, mengisi hari-harimu. Walau tak lagi kau akan menatapku, aku….aku baik-baik saja.

Tahun-tahun kembali berlalu. Kita pun telah terpisah. Tapi masih dalam kebodohan yang teramat bodoh itu. Aku masih saja, aku masih saja menyukaimu. Bodoh kan?! Aku pun geli jika memikirkannya. Lalu entah berkembang biak atau membelah diri, kebodohan itu menimbulkan kebodohan lain. Ya, dengan bodohnya aku mengatakan hal yang bertahun-tahun lamanya kurasa sudah cukup untuk ku kemas sendiri. Hal bodoh yang amat sangat aku sesali, bahkan sampai detik ini. Aku mengakui perasaanku padamu. Bodohnyaaa…… bikin malu saja. =////=

Dan begitulah. Aku pun tak mengerti jelas perasaanmu. Tapi anggap saja aku hanya bergurau saat itu. Ya, dan aku pun tak akan memaksa, tak akan bertanya lagi. Aku harap kau bisa dengan cepat melupakannya. Aku mohon, lupakan saja kata-kata bodohku itu. Karena aku juga akan berusaha keras untuk melupakannya (walau sampai sekarang, tak bisa kulupa pun walau sedikit). Dan semoga kau memaafkanku, aku harap kau tak marah atau membenciku.

Waktu pun tetap saja berjalan. Tanpa pernah menungguku. Menungguku sepenuhnya melupakanmu. Tak mungkin juga pun waktu menunggu barang hanya sedetik. masih bodoh sajalah aku ini. (taukah kau, bahkan aku sering sekali tertarik dengan orang yang memiliki nama yang sama seperti kau). Dalam waktu yang berjalan itu,  entah bagaimana caranya, entah angin apa yang membuatku merasa kacau. Aku, aku merasa tak hanya kau dan aku yang tau “pengakuan bodohku” padamu. Jadi tak enak lah aku dibuatnya. Setiap bertemu, setiap bertemu aku tak tau harus bersikap apa, tak tau harus bagaimana. Kacau, bahkan nafasku pun terasa kacau. Kau benar-benar, benar-benar sempurna membuatku tampak bodoh, haha. Kau tau, sebenarnya tak apa kau menyukai orang lain. Tak apa orang lain menyukaimu, dekat denganmu di hadapanku. Bahkan dulu pun begitu, bukan. (tentu saja tak apa, memang siapa aku jika berani melarangnya, bodoh). Tapi kenapa sekarang seakan seperti terhimpit rasanya. Saat merasakan orang lain tau perasaanku, saat perkataan demi perkataan mereka seakan mengungkit perasaanku, aku benci, aku benci pada diriku sendiri. Merutuki semua kebodohan itu. Kebodohan yang tak perlu kulakukan itu.

Tak apa kau tidak menyukaiku. Tak apa kau menyukai orang lain. Tak apa jika bahkan kau menyukai cinta-cinta yang belum ingin kau selesaikan. Maaf karena aku pernah menyukaimu. Tanpa izin seringkali memimpikanmu. Melukis indah gravity namamu di hatiku. Diam-diam bahagia menatapmu. Diam-diam tersipu saat dekat. Diam-diam rindu saat jauh. Diam-diam dengan bodohnya berharap hal yang tak mungkin. Ya, maaf karena aku pernah meyukaimu. Bahkan sampai mengatakan hal bodoh itu.

Kini, aku, walau terkadang saja masih mengingatmu, mengingat perasaan itu, tapi ketahuilah, tak ada apapun lagi yang terasa, hanya kenangan-kenangan bodoh yang beranjak usang. Kini, aku, walau terkadang saja masih ingin tau kabarmu, tapi ketahuilah, itu hanya sekedar ingin tau yang tak berarti. Ya, maaf jika kukatakan itu tak berarti. Kau tau, sesulit apa aku beranjak dari sisi itu? Sisi di mana hanya ada kamu, kamu. Kau tau, rasanya mencoba berlari bahkan sampai merangkak untuk pergi dari sisi itu? Sisi dimana hanya ada kamu, kamu. Kau tak akan pernah tau, walau mungkin bisa sedikit kau bayangkan, sedikit.
Dan sungguh, saat ini kau tak berarti lebih dari sekedar masa lalu, tak berarti lebih dari sekedar kenangan usang, tak berarti lebih dari kebahagiaan semu yang telah kulewati, tak berarti lebih…
Kini, aku, telah beranjak dari sisi itu, menjauh, semakin menjauh, walau tanpa mengucap selamat tinggal, aku pergi. Kini, aku, tengah menyusuri kebahagiaan-kebahagiaan baru, tanpa ada lagi namamu.



Comments (2)

Ohayou...
Lagi blog walking nih. Eh, ketemu yg beginian ^^
Cuma mao komen itu aja #nggakpentingbanget

Tapiiii... ternyata ini tulisan yg hampir mau setahun lewat yaa...

haaaaa..... senangnya ada yang komwn.. jadi terharu.. hiksu~

Posting Komentar