Bukan karena aku mencintainya

cerita ini hanyalah piktip belaka. Jika ada kesamaan nama, gelar, ataupun tempat, itu merupakan ketidaksengajaan yang sungguh-sungguh tidak disengaja.
---------------------------------------------------------------------




Suara langkah itu semakin menjauh. Ya, bayanganmu pun mulai tak tampak lagi dari ruangan sempit ini. Beberapa menit lalu, teriakan kita beradu di sini. Ego kita berpacu seiring detakan jarum jam yang tergantung di kamarku. Tapi kini aku menyesal. Tak seharusnya amarah ini kuledakkan kepadamu. Tak seharusnya aku melupakan, bahwa kita adalah teman. Tapi justru karena status kita sebagai teman semakin membuatku tak bisa meredam emosi itu. Ya, bagaimana mungkin kau sebagai teman, bahkan orang yang kuanggap teman terbaikku, tanpa perasaan bersalah sedikitpun kau mencintai lelaki yang kucintai.

Apa aku egois? Tidak, aku rasa bukan aku, tapi juga bukan kau. Aku mengenalmu sejak dulu. Sejak kita belum mengerti apa itu cinta. Bahkan sejak kita belum bisa mengucapkan kata cinta. Aku pikir aku mengerti semua tentangmu. Tapi rupanya tidak.
Setelah pertengkaran hebat kita tadi, aku merasa, bahkan aku tak tau apa-apa tentang dirimu kawan.

“Loe ga usah sok nasehatin gue! Ga usah sok nyeramahin gue! Jangan loe pikir karena kita udah temenan dari kecil, loe tuh tau semua tentang gue, loe bahkan ga bisa ngertiin perasaan gue!”
Teriakanmu tadi masih terngiang di telingaku.
“Oke! Oke kalo loe pikir 19 tahun persahabatan kita ga bisa bikin gue ngertiin loe! Oke kalo loe pikir gue bahkan ga kenal loe. Tapi loe tuh harus tau, loe tuh harus tau kalo loe tuh salah. Perasaan loe ke Erick itu salah Fi. Perasaan itu ga seharusnya ada!”
“Kenapa? Karena loe juga cinta sama Erick? Karena loe yang lebih dulu kenal sama Erick? Atau cuma loe yang boleh jatuh cinta sama dia? Gitu ay?”
Aku bahkan seakan kehilangan kekuatan mendengar kata-katamu itu. Seluruh tubuhku bergetar mendengarmu mengucapkan kalimat-kalimat itu dengan lantang. Bukan itu Fi, bukan itu. Aku bahkan tak bisa mengatakan kata-kata sesingkat itu kepadamu.
“Ga bisa jawab loe ay? Hah?!”
Airmataku tak dapat lagi kutahan. Seakan tak percaya yang berbicara di hadapanku adalah kamu. Luthfi, teman baikku, yang kusayangi seperti saudaraku sendiri.
“Kenapa sih Fi? Loe tau kan ini tuh salah? Loe tau kan kenapa loe ga boleh cinta sama Erick? Bukan karena gue juga cinta sama dia. Tapi karena loe tuh salah. Loe udah menyalahi ko..”
“Terus aja!” kamu memotong ucapan ku, “terus aja nyalahin gue. Terus aja judge kalo gue yang salah. Caci maki gue kalo perlu. Loe tau kan ay, loe tau kan apa yang dilakuin ibu gue waktu gue kecil dulu? Dia pergi ay, dia pergi ninggalin gue dan ayah gue tanpa sepatah katapun. Terus loe juga tau kan ay, ibu tiri gue perlakuin gue kayak apa, kayak sampah ay. Dan pasti loe juga tau kan ay, pacar gue, pacar gue yang dulu nyakitin gue kayak apa. Yang kalo bukan karena loe, waktu itu gue udah bunuh diri. Gue benci ay sama mereka. Semua cewek bagi gue tuh anjing semua, kecuali loe, aya.”
Aku dapat merasakan emosimu dari sorotan tajam matamu yang penuh kebencian itu.
Amarahmu tersampaikan dari getar suaramu yang seolah beradu dengan kegalauan hatimu.
“Dan saat Erick hadir di antara kita. Saat loe ngebawa Erick ke kehidupan gue, dia ngubah hidup gue ay. Dia terlihat seperti malaikat bagi gue. Dan dia bikin gue jatuh cinta ay.”
Aku memalingkan wajahku. Mencoba menyembunyikan kekecewaan di balik kedua mataku. Tak pernah kusangka aku akan mendengar kata-kata itu dari mulutmu.
“gue kira loe bisa ngertiin gue ay. Gue kira, gue kira loe paham akan situasi ini.” senyum pahit kau lemparkan untukku, “ternyata gue salah. Loe bahkan nyalahin gue. Loe mengutuk perasaan ini. loe berteriak penuh kebencian atas cinta ini. Iya, gue yang salah ay.”

Dan kau pun pergi meninggalkan kamar kos ku. Meninggalkan aku, meninggalkan berjuta perasaanku akan dirimu.
Aku menyayangimu kawan. Harus dengan kata apalagi aku mengungkapkannya. Aku menyayangimu dan karena itu aku membenci cintamu atas dirinya. Karena itu salah, itu bukan kodratmu.
Aku menyayangimu kawan, aku peduli akan dirimu. Dan karena kepedulianku itu aku melarangmu mencintainya. Sungguh, aku bahkan akan mendukungmu menggapai cinta Erick, jika saja.. jika saja kau itu wanita sama sepertiku.




Jakarta, 15 Januari 2011

Comments (2)

alamaaaaaaaaaaaak.....speechless... O_o

jihihii.. kok speechless.. :p

Posting Komentar